Senin, 16 Juni 2014

Jazz Chants

Miles Craven presents a series of short jazz chants – a fun way to practise stress and rhythm in the classroom, to help your students sound more natural when they speak English. How to use Jazz Chants in the classroom You can use these jazz chants in a variety of fun ways. You can practice stress and rhythm with your class, to help your students sound more natural when they speak English. Also, because each jazz chant focuses on different vocabulary and grammar, you can also use them to review important words and structures! Here are some ideas on how to use these jazz chants with your class. Practice stress and rhythm Choose a jazz chant you want to use and make one copy of the chant for every pair of students in your class. Play the recording for the first time just for fun. Give each student a copy of the recording script, and play the recording again as they listen and read at the same time. Put students into pairs and have them put a small circle above each word that is stressed. Check their answers, then play the recording again as they listen and check. Finally, play the recording one more time and have students sing along. Review vocabulary Check the vocabulary focus for each jazz chant and choose one you want to review. Make one copy of the Recording script for every two students in your class. Write the vocabulary focus on the board and put students into pairs to make a list of as many associated words as they can. Play the recording and have students note all the words they hear that are associated with the vocabulary focus. Give each student a copy of the Recording script, and play the recording again as they listen and read at the same time. Tell them to underline all the target words. Finally, play the recording one more time and have students sing along. Review grammar Check the grammar focus for each jazz chant and choose one you want to review. Make one copy of the Recording script for every two students in your class. Write the grammar focus on the board and put students into pairs to make a few example sentences using the grammar. Play the recording and have students note how many times they hear the target grammar. Give each student a copy of the Recording script, and play the recording again as they listen and read at the same time. Tell them to underline each example of the target grammar. Finally, play the recording one more time and have students sing along. Tip! For the final sing-a-long stage, why not divide the class into two groups, and have each group sing a different section! Tip! To help students identify the stress and rhythm, clap your hands in time to the beat. Encourage them to do the same. Tip! Remember, these are supposed to be fun! Keep the pace of the class quick and lively, and try to always make sure students join in the singing.

Senin, 05 Mei 2014

MACAM-MACAM TENIK PENILAIAN HASIL BELAJAR

MACAM-MACAM TENIK PENILAIAN HASIL BELAJAR 1. Pendahuluan 1.1.Latar Belakang Penilaian merupakan rangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh kemampuan satuan pendidikan dalam mengelola proses pembelajaran. Penilaian merupakan bagian yang penting dalam pembelajaran. Dengan melakukan penilaian, pendidik sebagai pengelola kegiatan pembelajaran dapat mengetahui kemampuan yang dimiliki peserta didik, ketepatan metode mengajar yang digunakan, dan keberhasilan peserta didik dalam meraih kompetensi yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil penilaian, pendidik dapat mengambil keputusan secara tepat untuk menentukan langkah yang harus dilakukan selanjutnya. Hasil penilaian juga dapat memberikan motivasi kepada peserta didik untuk berprestasi lebih baik. 1.2.Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan resume ini adalah untuk menjelaskan: 1. Pengertian penilaian hasil belajar 2. Macam-macam teknik penilaian hasil belajar 2. Isi 2.1.Pengertian penilaian Penilaian merupakan rangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Berbagai macam teknik penilaian dapat dilakukan secara komplementer (saling melengkapi) sesuai dengan kompetensi yang dinilai. 2.2.Macam-macam teknik penilaian Penilaian hasil belajar dapat menggunakan berbagai teknik penilaian sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai. Ditinjau dari tekniknya, penilaian dibagi menjadi dua yaitu tes dan non tes. 1. Teknik Tes Teknik tes merupakan teknik yang digunakan melaksanakan tes berupa pertanyaan yang harus dijawab, pertanyaan yang harus ditanggapi atau tugas yang harus dilaksanakan oleh orang yang di tes. Dalam hal tes hasil belajar yang hendak diukur adalah kemampuan peserta didik dalam menguasai pelajaran yang disampaikan meliputi aspek pengetahuan dan keterampilan. Berdasarkan alat pelaksanaannya secara garis besar alat penilaian dengan teknik tes dapat dikelompokkan sebagai berikut : a. Tes Tertulis Tes tertulis adalah suatu teknik penilaian yang menuntut jawaban secara tertulis, baik berupa pilihan maupun isian. Tes tertulis dapat digunakan pada ulangan harian atau ulangan tengah dan akhir semester atau ulangan kenaikan kelas. Tes tertulis dapat berbentuk pilihan ganda, menjodohkan, benar-salah, isian singkat, atau uraian (essay). b. Tes Lisan Tes lisan adalah teknik penilaian hasil belajar yang pertanyaan dan jawabannya atau pernyataannya atau tanggapannya disampaikan dalam bentuk lisan dan spontan. Tes jenis ini memerlukan daftar pertanyaan dan pedoman pensekoran. c. Tes Praktik/Perbuatan Tes praktik/perbuatan adalah teknik penilaian hasil belajar yang menuntut peserta didik mendemontrasikan kemahirannya atau menampilkan hasil belajarnya dalam bentuk unjuk kerja. Tes praktik/perbuatan dapat berupa tes identifikasi, tes simulasi dan tes petik kerja. Tes identifikasi dilakukan untuk mengukur kemahiran mengidentifikasi sesuatu hal berdasarkan fenomena yang ditangkap melalui alat indera. Tes simulasi digunakan .untuk mengukur kemahiran bersimulasi memperagakan suatu tindakan. Tes petik kerja digunakan untuk mengukur kemahiran mendemonstrasikan pekerjaan yang sesungguhnya. Contoh tes praktik/perbuatan dapat berupa kegiatan tes untuk mengukur kemahiran berpidato, menari, menyanyi, melukis, menggambar, berolahraga, bercerita, membaca puisi, menulis dan lain-lain. Tes kinerja diukur dengan menggunakan bentuk instrumen lembar observasi. 2. Teknik Nontes Teknik nontes merupakan teknik penilaian untuk memperoleh gambaran terutama mengenai karakteristik, sikap, atau kepribadian. Selama ini teknik nontes kurang digunakan dibandingkan teknis tes. Dalam proses pembelajaran pada umumnya kegiatan penilaian mengutamakan teknik tes. Hal ini dikarenakan lebih berperannya aspek pengetahuan dan keterampilan dalam pengambilan keputusan yang dilakukan guru pada saat menentukan siswa. Seiring dengan berlakunya kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar maka teknik penilaian harus disesuaikan dengan: · kompetensi yang diukur; · aspek yang akan diukur, pengetahuan, keterampilan atau sikap; · kemampuan siswa yang akan diukur; · sarana dan prasarana yang ada. Teknik penilaian nontes dapat dikelompokkan sebagai berikut: a. Pengamatan/observasi Pengamatan/observasi adalah teknik penilaian yang dilakukan oleh pendidik dengan menggunakan indera secara langsung. Observasi dilakukan dengan cara menggunakan instrumen yang sudah dirancang sebelumnya. Contoh aspek yang diamati pada pelajaran Matematika: - ·ketelitian; - ·kecepatan kerja; - ·kerjasama; - ·kejujuran. Alat/instrumen untuk penilaian melalui pengamatan dapat menggunakan skala sikap dan atau angket (kuesioner). 1). Skala sikap Skala sikap adalah alat penilaian hasil belajar yang berupa sejumlah pernyataan sikap tentang sesuatu yang jawabannya dinyatakan secara berskala, misalnya skala tiga, empat atau lima. Pengembangan skala sikap dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut. § Menentukan objek sikap yang akan dikembangkan skalanya misalnya sikap terhadap kebersihan. § Memilih dan membuat daftar dari konsep dan kata sifat yang relevan dengan objek penilaian sikap. Misalnya : menarik, menyenangkan, mudah dipelajari dan sebagainya. § Memilih kata sifat yang tepat dan akan digunakan dalam skala. § Menentukan skala dan penskoran. 2). Angket (kuesioner) Angket adalah alat penilaian hasil belajar yang berupa daftar pertanyaan tertulis untuk menjaring informasi tentang sesuatu, misalnya tentang latar belakang keluarga siswa, kesehatan siswa, tanggapan siswa terhadap metode pembelajaran, media, dan lain-lain. b. Penugasan Penilaian dengan penugasan adalah suatu teknik penilaian yang menuntut peserta didik melakukan kegiatan tertentu di luar kegiatan pembelajaran di kelas. Penilaian dengan penugasan dapat diberikan dalam bentuk individual atau kelompok. Penilaian dengan penugasan dapat berupa tugas atau proyek. 1). Tugas Tugas adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa secara terstruktur di luar kegiatan kelas, misalnya tugas membuat ringkasan cerita, menulis puisi, menulis cerita, mengamati suatu obyek, dan lain-lain. Hasil pelaksanaan tugas ini bisa berupa hasil karya, seperti: karya puisi, cerita; bisa pula berupa laporan, seperti: laporan pengamatan. Pelaksanaan pemberian tugas perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: § Banyaknya tugas setiap mata pelajaran diusahakan agar tidak memberatkan siswa karena memerlukan waktu untuk istirahat, bermain, belajar mata pelajaran lain, bersosialisasi dengan teman, dan lingkungan sosial lainnya. § Jenis dan materi pemberigan tugas harus didasarkan kepada tujuan pembemberian tugas yaitu untuk melatih siswa menerapkan atau menggunakan hasil pembelajarannya dan memperkaya wawasan pengetahuannya. Materi tugas dipilih yang esensial sehingga siswa dapat mengembangkan keterampilan hidup yang sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, perkembangan, dan lingkungannya. § Diupayakan pemberian tuga dapat mengembangkan kreatifitas dan rasa tanggung jawab serta kemandirian. 2). Proyek Proyek adalah suatu tugas yang melibatkan kegiatan perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis maupun lisan dalam waktu tertentu. Contoh proyek antara lain: melakukan pengamatan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, percobaan foto sintesis tumbuhan dan perkembangan tanaman, mengukur tinggi pohon dan lebar sungai menggunakan klinometer. c. Produk Penilaian produk adalah suatu penilaian terhadap keterampilan menghasilkan suatu produk dalam waktu tertentu sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan baik dari segi proses maupun hasil akhir. Tahap-tahap penilaian produk § Tahap Persiapan, meliputi: penilaian terhadap kemampuan peserta didik dalam hal merencanakan, menggali dan mengembangkan gagasan serta mendesain produk § Tahap Pembuatan, meliputi: penilaian terhadap kemampuan peserta didik dalam menyeleksi dan menggunakan bahan, alat, dan teknik § Tahap Hasil, meliputi penilaian terhadap kemampuan peserta didik membuat produk sesuai kegunaan dan kriteria yang telah ditentukan d. Portofolio 1). Pengertian Portofolio merupakan kumpulan karya siswa yang tersusun secara sistematis dan terorganisasi yang diambil selama proses pembelajaran. Portofolio digunakan oleh pendidik dan siswa untuk memantau perkembangan pengetahuan, keterampilan dan sikap siswa dalam mata pelajaran tertentu. Portofolio menggambarkan perkembangan prestasi, kelebihan dan kekurangan kinerja siswa, seperti kreasi kerja dan karya siswa lainnya. 2). Bagian-bagian Portofolio Bentuk fisik dari portofolio adalah folder, bendel, atau map yang berisikan dokumen. Agar portofolio siswa mudah dianalisis untuk kepentingan penilaian, maka idealnya perlu diorganisir dalam beberapa bagian sebagai berikut. a) Halaman Judul Pada halaman depan map portofolio adalah judul atau cover portofolio berisi nama siswa, kelas, dan sekolah. b) Daftar isi dokumen Pada halaman dalam dari judul berisi daftar isi dokumen yang berada dalam map portofolio. c) Dokumen Portofolio Bendel dokumen portofolio berisi kumpulan semua dokumen siswa baik hasil karya siswa, lembar kerja (worksheet), koleksi bacaan, koleksi lukisan, maupun lembaran-lembaran informasi yang dipakai dalam kegiatan belajar mengajar. d) Pengelompokan Dokumen Dokumen-dokumen dalam portofolio perlu dikelompokkan, misalnya berdasarkan mata pelajaran, sehingga mudah untuk mendapatkannya bila diperlukan. Agar kelompok dokumen mudah diorganisir, maka perlu diberi pembatas, misalnya dengan kertas berwarna. Batasan tersebut sangat berguna untuk memisahkan antara dokumen satu kelompok dengan kelompok yang lain. Tidak semua berkas karya siswa didokumentasikan tetapi hanya karya siswa yang terpilih saja. Penentuan karya siswa yang terpilih merupakan kesepakatan antara pendidik dan siswa. e) Catatan Pendidik dan Orangtua Pada dokumen yang relevan baik yang berupa lembar kerja, hasil karya, maupun kumpulan dokumen yang dipelajari siswa terutama yang berupa tugas dari pendidik harus terdapat catatan/komentar/nilai dari pendidik dan tanggapan orang tua. Lebih baik lagi jika terdapat catatan/tanggapan siswa yang bersangkutan, dengan demikian pada setiap dokumen terdapat informasi lengkap tentang masukan dari pendidik dan tanggapan dari orang tua. Setiap siswa juga dapat memasukkan dokumen yang diperoleh secara mandiri, misalnya diperoleh dari buku bacaan atau majalah yang membuat anak tertarik untuk mempelajari atau mengoleksinya. Sehingga dalam portofolio siswa, dokumen tidak hanya berasal dari pendidik atau pelajaran semata, tetapi juga bisa berisi kumpulan koleksi siswa yang bersangkutan sesuai dengan minat dan bakatnya. Dengan demikian, portofolio siswa akan berbeda antara satu dengan yang lain, tergantung dari keaktifan siswa dalam mengembangkan bakat dan minatnya serta keaktifannya dalam belajar. Dari portofolio ini diperoleh informasi tentang bakat dan minat, kelebihan dan kekurangan dari setiap siswa yang sangat membantu pendidik dalam melakukan pembinaan kemampuan individu. Catatan pendidik, siswa, dan orang tua dapat langsung dituliskan pada dokumen yang ada, atau ditulis secara terpisah pada kertas kecil yang ditempelkan atau disatukan pada dokumen. 3). Penggunaan Portofolio Perlu ditegaskan bahwa portofolio bukan menggantikan sistem penilaian yang ada. Portofolio yang berisi dokumen-dokumen selama siswa belajar dalam kurun waktu tertentu, dipilih kembali untuk dilampirkan dan dilaporkan kepada orang tua bersama rapor. Pada akhir suatu periode, misalnya semester, portofolio dianalisis dan hasil analisis berupa catatan komentar guru tentang informasi proses dan hasil belajar siswa selama periode tersebut. 3. Kesimpulan Dari resume diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa penilaian (assessment) adalah istilah umum yang mencakup semua metode yang biasa digunakan untuk menilai unjuk kerja individu atau kelompok peserta didik. Proses penilaian mencakup pengumpulan bukti yang menunjukkan pencapaian belajar peserta didik. Penilaian merupakan suatu pernyataan berdasarkan sejumlah fakta untuk menjelaskan karakteristik seseorang atau sesuatu (Griffin & Nix, 1991). Penilaian mencakup semua proses pembelajaran. Oleh karena itu, kegiatan penilaian tidak terbatas pada karakter­istik peserta didik saja, tetapi juga mencakup karakteristik metode mengajar, kurikulum, fasilitas, dan administrasi sekolah. Instrumen penilaian untuk peserta didik dapat berupa metode dan/atau prosedur formal atau informal untuk menghasilkan informasi tentang peserta didik. Instrumen penilaian dapat berupa tes tertulis, tes lisan, lembar pengamatan, pedoman wawancara, tugas rumah, dan sebagainya. Penilaian juga diartikan sebagai kegiatan menafsirkan data hasil pengukuran atau kegiatan untuk memperoleh informasi tentang pencapaian kemajuan belajar peserta didik. Daftar Pustaka Anonim.2009. Tehnik Penilaian Ahlak Mulia, (Online), (http://education-mantap.blogspot.com/2009/12/tehnik-penilaian-akhlak-mulia_14.html) diakses tanggal 2 Februari 2012 Kustiana, Yudi.2011.Teknik-tenik Penilaian Hasil Belajar, (Online), (http://yudikustiana.wordpress.com/2011/05/25/teknik-penilaian-hasil-belajar-siswa/) Mudin, Ali.2009.Sistem Penilaian Hasil Belajar, (Online), (http://penilaianhasilbelajar.blogspot.com/) diakses tanggal 2 Frbruari 2012 Permendiknas no 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan Purwanto, Ngalim.1984.Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran.Bandung:Remaja Rosdakarya Unila, Mathedu.2011.Jenis-jenis Teknik Penilaian Nontes, (Online), (http://mathedu-unila.blogspot.com/2010/04/jenis-jenis-teknik-penilaian-nontes.html) diakses tanggal 2 Februari 2012 UPPK.2011. Jenis dan Teknik Penilaian Hasil Belajar, (Online), (http://makmur-blogpengawas.blogspot.com/2011/10/jenis-dan-teknik-penilaian-hasil.html) diakses tanggal 11 ,maret 2012

SISTEM PENILAIAN HASIL BELAJAR

A. ISTILAH DAN PENGERTIAN 1. Pengukuran (measurement)= Kegiatan sistematik u menentukan angka pada obyek. berhubungan dengan kuantitatif 2. Penilaian (assessment) = Penafsiran hasil pengukuran & pencapaian hasil belajar. 3. Evaluasi = Kegiatan identifikasi program tercapai atau belum, berharga atau tidak, efisien atau tidak. Evaluasi berhubungan dengan keputusan nilai (value judgement) 4. Hasil Penilaian bisa kualitatif (pernyataan naratif dg kata-kata), bisa kuantitatif (berupa angka) Penilaian hasil belajar (PP No. 19 tahun 2005), Standar penilaian ada 3 : 1. Penilaian hasil belajar oleh pendidik 2. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan 3. Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah Bentuk penilaian hasil belajar oleh pendidik : 1. Ulangan harian 2. Ulangan tengah semester 3. Ulangan akhir semester 4. Ulangan kenaikan kelas B. TUJUAN DAN FUNGSI PENILAIAN : * Seberapa banyak indikator kompetensi dasar suatu mata pelajaran tercapai. 1. Menilai kebutuhan individual 2. Menentukan kebutuhan pembelajaran 3. Membantu dan mendorong siswa 4. Membantu danmenolong guru ngajar lebih baik 5. Menentukan strategi pembelajaran 6. Akuntabilitas lembaga 7. Meningkatkan kualitas pendidikan * Selain indikator kamampuan dasar, juga berfungsi : 1. Mengetahui kemajuan dan kesulitan beajar siswa 2. Memberikan umpan balik 3. Melakukan perbaikan kegiatan pembelajaran 4. Memotivasi guru mengajar lebih baik 5. Memotivasi siswa belajar lebih giat C. PENDEKATAN DAN PRINSIP PENILAIAN - Pendekatan : 1. Menggunakan berbagai teknik 2. Menekankan hasil (outcomes), dengan memperhatiokan input dan proses 3. Melihat dari perspektif taksonomi tujuan pendidikan, menilai perkembangan : kognitif, afektif dan psikomotor sesuai karakteristik mata pelajaran 4. Menerapkan standar kompetensi lulusan (exit outcomes) 5. Menerapkan system penilaian acuan criteria (criterion-referenced assessment) dan standar pencapaian (performance standard) yang konsisten. 6. Menerapkan penilaian otenrtik untuk menjamin pencapaian kompetensi - Prinsif : 1. Penilaian merupakan bagian tak terpisahkan dari proses pembelajaran 2. Mencerminkan masalah dunia nyata 3. Menggunakan berbagai ukuran, metode, teknik dan criteria sesuai dengan karakteristik dan esensi opengalaman belajar 4. Bersipat holistic, mencakup semua aspek dari tujuan pembelajaran D. ACUAN PENILAIAN Acuan pada pengujian berbasis kompetensi adalah acuan kriteria. Sebagai criteria digunakan asumsi bahwa hampir semua orang belajar apapun akan mampu. Hanya kecepatan dan waktu yang berbeda. Asumsi tersebut mengindikasikan perlunya program perbaikan atau remedial. Prinsip mastery learning : * Belajar tuntas (mastery learning) = siswa tak diperkenankan mengerjakan pekerjaan berikutnya sebelum mampu menyelesaikan pekerjaan dengan prosedur yang benar dan hasil baik. Agar sistem penilaian memenuhi prinsip kesahihan dan keandalan, maka hendaknya memperhatikan : 1. Menyeluruh 2. Berkelanjutan 3. Berorientasi pada indicator ketercapaian 4. Sesuai dengan pengalaman belajar Aspek yang diujikan : 1. Proses belajar, yaitu seluruh pengalaman belajar siswa 2. Hasil belajar, ketercapaian setiap kompetensi dasar, baik kognitif, afektif maupun psikomotor. E. ASPEK YANG DIUKUR DALAM PENILAIAN 1. Kognitif (Menurut Bloom, Englehart, Furst, Hill, Krathwohl’ 56) - Pengetahuan (recalling), kemampuan mengingat (misalnya: nama ibu koota, rumus) - Pemahaman (Comprehension), kemampuan memahami (misalnya: menyimpulkan suatu paragraf) - Aplikasi (application), kemampuan penerapan (misalnya : menggunakan suatu informasi / pengetahuan yang diperolehnya untuk memecahkan masalah). - Analisis (Analysis), kemampuan menganalisa suatu informasi yang luas menjadi bagian-bagian kecil (misalnya : menganalisis bentuk, jenis atau arti suatu puisi). - Sintesis (syntesis). Kemampuan menggabungkan beberapa informasi menjadi suatu kesimpulan (misalnya : memformulasikan hasil penelitian di laboratorium) - Evaluasi (Evaluation), kemampuan mempertimbangkan mana yang baik dan mana yang burukl dan memutuskan untuk mengambil tindakan tertentu. 2. Afektif - Menerima (receiving) termasuk kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, respon, control dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar. - Menanggapi (responding): reaksi yang diberiokan: ketepatan aksi, perasaan, kepuasan dll. - Menilai (evaluating):kesadaran menerima norma, system nilai dll. - Mengorganisasi (organization): pengembangan norma dan nilai organisasi system nilai - Membentuk watak (characterization): system nilai yang terbentuk mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah laku 3. Psikomotor Psikomotor merupakan tindakan seseorang yang dilandasi penjiwaan atas dasar teori yang dipahami dalam suatu mata pelajaran. Ranah psikomotor : - Meniru (perception) - Menyususn (Manipulating) - Melakukan dengan prosedur (precision) - Melakukan dengan baik dan tepat (articulation) - Melakukan tindakan secara alami (naturalization) F. PENILAIAN BERBASIS KELAS Penilaian kelas = pengumpulan dan penggunaan informasi oleh guru untuk memberikan keputusan (nilai) hasil belajar siswa berdasarkan tahapan belajarnya. Berorientasi pada kompetensi, mengacu pada patokan, ketuntasan belajar, dilakukan dengan berbagai cara. Dilakukanmelalui kumpulan kerja siswa (portopolio), hasil karya (products), penugasan (projects), Unjuk kerja (performances) dan tes tulis (paper & pen). - Tujuan Penilaian Kelas : 1. keeping-track (proses pembelajaran sesuai dengan rencana) 2. cheking-up (mencek kelemahan dalam proses pembelajaran) 3. finding-out(menemukan kelemahan & keslahan dalam pembelajaran) 4. summing-up (menyimpulkan pencapaian kompetensi peserta didik) Manfaat : informasi, umpan balik, memantau kemajuan, umpan balik bagi guru, informasi kepada orang tua dan komite sekolah. - Fungsi Penilaian Kelas : 1. Alat menetapkan siswa dalam penguasaan kompetensi 2. Sebagai bimbingan 3. Sebagai alat diagnosis 4. Sebagai alat prediksi 5. Sebagai grading 6. Sebagai alat seleksi - Jenis-jenis penilaian kelas : 1. Melalui Portofolio 2. Melalui unjuk kerja (performance) 3. Melalui penugasan (project) 4. Melalui hasil kerja (Product) 5. Melalui tes tertulis ()paper & pen) G. SISTEM PENILAIAN 1. Sistem penilaian berkelanjutan Tindak lanjut hasil pengujian : a. remedial, bagi siswa yang belum mencapai batas ketuntasan minimal. b. Pengayaan, siswa yang telah mencapai ketuntasan minimal, penguatan dengan memberi tugas membaca, tutor sebaya, diskusi, mengerjakan soal namun tidak mempengaruhi nilai hanya diungkapkan dalam keterangan profil hasil belajar. c. Percepatan, yakni bagi siswa yang telah mencapai ketuntasan maksimum 2. Sistem pengujian akhir Batas lulus biasanya 75% mengasai materi ujian. H. JENIS TAGIHAN DAN BENTUK INSTRUMEN Jenis Tagihan : 1. Kuis 2. pertanyaan lisan di kelas 3. ulangan harian 4. tuigas individu 5. tugas kelompok 6. ulangan semester 7. ulangan harian Bentuk instrument : lisan, kuis, jawaban singkat atau lisan singkat, pilihan ganda, benar salah, menjodohkan, uraian obyektif, uraian non obyektif (uraian bebas), performans dan portofolio. Teknik yang digunakan : tes dan non tes Tes : lisan, tertulis, perbuatan. Non tes : - Pengamatan(motivasi, minat, strategi belajar, kesulitan yang dihadapi, serta kegiatan dalam praktek lapangan) - dokumentasi (melihat karya siswa baik individu maupun kelompok) - dan portofolio (kumpulan hasil karya, tugas, pekerjaan siswa yang disusun berdasarkan urutan kategori kegiatan.

Macam – Macam Teknik Penilaian Hasil Belajar

by sumberbelajarangga RANGKUMAN A. Pengertian Penilaian Menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk. Penilaian bersifat kualitatif, Suharsimi Arikunto (2009:3). PERMENDIKNAS No. 20 Tahun 2007 tentang standar penilaian pendidikan mendefinisikan bahwa Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik. Dapat disimpulkan bahwa penilaian adalah pemberikan keputusan untuk kepentingan tertentu yang diambil dari pengumpulan dan pengolahan informasi. Tes merupakan alat penilaian terhadap seorang individu yang dilakuakan secara komprehensif terhadap evaluasi suatu program. Instrumen atau alat penilaian, meliputi substansi (bahan atau kompetensi yang akan diujikan), konstruksi (tata penulisan pada lembar soal ujian), dan bahasa (tata bahasa yang baku dan komunikatif). Penilaian pendidikan dilaksanakan oleh pendidik, satuan pendidikan, dan pemerintah. B. Fungsi penilaian Fungsi penilaian yaitu: Penilaian Berfungsi Selektif Penilain ini bertujuan antara lain Untuk memilih siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu. Untuk memilih siswa yang dapat naik ke kelas atau tingkat berikutnya. Untuk memilih siswa yang seharusnya mendapat beasiswa. Untuk memilih siswa yang sudah berhak mendapat beasiswa. Penilaian berfungsi Diagnostik. Dengan mengadakanpenilaian sebenarnya guru mengadakan diagnosis kepada siswa tentang kebaikan dan kelemahan nya. Dengan diketahuinya sebab sebab kelemhan ini, akan lebih mudah dicari cara mengatasi. Penilain Berfungsi sebagai penempatan. Untuk dapat menentukan dengan pasti di kelompok mana seorang siswa harus di tempatkan, digunakanlah suatu penilaian. Penilaian ini bertujuan menempatkan siswa sesuai kelompok yang sama sesuai bakat dan minat siswa tersebut sehingga pembelajaran akan menjadi lebih efektif dan efisien. Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan. Keberhasilan program ditentukan oleh beberapa faktor yaitu faktor guru, metode mengajar, kurikulum, sarana, dan system administrasi. Fungsi dari penilaian disini adalah untuk mengukur sejauh mana program dan faktor faktor penentu program lembaga pendidikan berhasil diterapkan. C. Prinsip Penilaian Prinsip penilaian menurut Permendiknas No 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan, antara lain: sahih, berarti Penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur. objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai. adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender. terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran. terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan. menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik Penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik. sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku. beracuan kriteria, berarti Penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan. akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya. D. Teknik Penilain 1. Teknik Non-Tes Yang tergolong teknik ini adalah ; Ø Skala bertingkat(rating scale); Ø Kuisioner(Questionair); Ø Daftatar cocok(check list); Ø Wawancara (Interview); Ø Pengamatan(Observation); Ø Riwayat hidup. a) Skala bertingkat Skala menggambarkan suatu nilai yang berbentuk angka terhadap suatu hasil pertimbangan , maka suatu skala selalu disajikan dalam brntuk angka. Angka yang diguna kan dalam hal ini diterakan dengan jarak yang sama. Peoletakannya disusun sacara bertingkat dari rendah menuju tinggi. b) Kuisioner(questionair) Kuisioner adalj sebuah daftar pertanyaan yang digunakan untuk mengetahui tentang keadaan/data diri, pangalaman, pengetahuan, sikap, pendapat, tanggapan, dll, yang di isi oleh responden.macam macam kuisioner ditinjau dari berbagai segi. Ditinjau dari segi siapa yang menjawab 1) Kuisioner langsung Kuisioner jenis ini diisi langsung oleh responden. 2) Kuisioner tidak langsung Adalah kuisioner yang diisi oleh bukan orang yang meminta keterangannya. Ditinjau dari segi cara menjawabnya 1) Kuisioner tertutup Kuisioner ini disusun dengan menyediakan pilihan jawaban lengkap sehingga respomden hanya tinggal memberi tnda pada jawaban yang dipilih. 2) Kuisioner terbuka Merupakan kuisioner yang diisi vbebas oleh responden, biasanya jawabannya merupakan pendapat dari responden. Daftar cocok(check list) Adalah deretan pertanyaan (yang biasanya singkat singkat) dimana responden yang dievaluasi tinggal membubukan tanda cocok (v) Wawancara (interview) Merupkan suatu metodeyang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan jalan Tanya jawab sepihak, maksudnya sepihak adalah responden tidak diberi kesempatan sama sekali untuj mengajukan pertanyaan. Pertanyaan hanya diajuakn oleh subyek evaluasi. Interviu ini dibedakan menjadi 2 cara yaitu; a) Interviu Bebas Dalam interviu jenis ini responden bebas mengutarakan pendapatnya , tanpa dibatasi oleh adanya patokan patokan yang dibuat oleh subyek evaluasi. b) Interviu Terpimpin Interviu ini dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan kepada responden dimana pertanyaan itu telah disusun terlebih dahulu. Dalam hal ini responden diarahkan untuk mnejawab pertanyaan dari subyek penanya. Pengamatan (Observation) Merupakan suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta malakukan pencatatan secara sistematis. Ada 3 teknik dalam observasi yaitu: v Observasi partisipan Observasi ini dilakukan oleh pengamat yang terjun langsung ke lapangan dan masuk serta merasakan langsung ke dalam kelompok yang diamati. v Observasi sistematik Merupakan observasi dimana factor factor yang diamati sudah didftar secara sistematis dan sudah dipilah pilah menurut kategorinya. Di dalam observasi ini pengamat berada di luar kelompok. v Observasi ekperimental Observasi eksperimental ini dilakukan bilamana pengamat dapat mangendalikan unsur unsur penting dalam kelompok dan juga pengamat tidak ikut langsung berpartisipasi dalam kelompok. Riwayat Hidup Riwayat hidup adalh gambaran tentang keadaan seorang salam dalam masa kehidupan nya, jadi dalam hal ini subyek evaluasu tinggal melihat daftar riwayat hidup dan menarik suatu kesimpulan. Teknik Tes Tes merupakan suatu alat pengumpul informasi tetapi jika dibandingkan dengan alat alat lain, tes ini lebih bersifat resmi karena penuh dengan batasan batasan. Tes mempunyai fungsi yaitu untuk mengukur siswa dan untuk mengukur keberhasilan program pengajaran. Tes prestasi belajar bedasarkan tujuannya adalah pre test, post test, dan placement test, diagnostic test, mastery test, dan achievement test. Tes prestasi berdasarkan pelaksanaannya adalah bentuk tertulis, bentuk lisan, dan bentuk perbuatan. Menurut Suharsimi Arikunto dalam bukunya, Tes ini dibedakan menjadi 3 macam ditinjau dari segi kegunaan untuk mengukur siswa, yaitu; Ø Tes diagnostik, Ø Tes formatif, Ø Tes sumstif, 1) Tes diagnostik Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan kelemahan siswa sehingga dapat dilakukan pemberian perlakuan tepat. Ada beberapa tahap yang dilakukan dalam tes diagnostik diantaranya: v Tes diagnostic ke 1 dilakukan terhadap calon siswa sebagai input untuk mengetahui apakah colon tersebut sudah menguasai pengetahuan yang merupakan dasar untuk menerima pengetahuan di sekolah yang dimaksudkan.tes ini biasanya disebut tes penjajakan masuk. v Tes diagnostic ke 2 dilakukan terhadap calon siswa yang sudah akan mulai mengikuti program. Apabila cukup banyak calon siswa yang diterima sehingga diperlukan lebih dari satu kelas, maka untuk pembagian kelas diperlukan suatu pertimbangan khusus. v Tes diagnostic ke 3 dilakukan terhadap siswa yang sedang belajar . tidak semua siswa dapat menerima peljaran yang diberkan oleh guru dengan lancar. Oleh karena itu test diagnostik ini sangat diperlukan agar dapat diketahui siswa mana yang belum menguasai materi. v Tes diagnostic ke 4 diadakan pada waktu siswa akan mengakhiri pelajaran. Dengan tes ini guru akan dapat mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap bahan yang is berikan. 2) Tes formatif Adalah tes yang dilakukan untuk mengetahuin sejauh mana siswa telah terbentuk setelah mengikuti suatu program tertentu. Dalam kedudukannya tes formatif dapat juga dipandang sebagai tes diagnostik pada akhir pelajaran . Dalam pengalaman di sekolah , tes formatif dapat disamakan dengan ulangan harian. 3) Tes sumatif Tes sumatif adalah tes yang dilaksanakan setekah berakhirnya pemberian sekelompok program atau sebuah program yang lebih besar. Dalam pengalaman di sekolah , tes sumatif ini dapat disamakan denagan ulangan umum yang biasanya dilaksanakan pada tiap akhir caturwulan atau semester. Teknik atau cara penilaian menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, antara lain: Unjuk Kerja (Performance) Pengamatan terhadap aktivitas sisiwa sebagaimana terjadi (unjuk kerja, tingkah laku, dan interaksi) Penugasan (Project) Penilaian terhadap suatu tugas yang mengandung penyelidikan yang harus selesai dalam waktu tertentu Hasil Kerja (Product) Penilaian terhadap kemampuan membuat produk teknologi dan seni Tertulis (Paper) Memilih dan Mensuplai jawaban Portofolio (Portfolio) Penilaian melalui koleksi karya(hasil kerja) siswa yang sistematis Sikap Penilaian terhadap perilaku dan keyakinan siswa terhadap obyek sikap Evaluasi Diri (Self Assesment) Menilai diri sendiri berkaitan dengan status, proses, tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya.

Selasa, 29 April 2014

Teori Game

Teori Game Game adalah sebuah aktivitas kompetitif yang kreatif dan menyenangkan pada dasarnya, yang dibatasi oleh aturan tertentu dan memerlukan keahlian tertentu (Akilli, 2007). Game terdiri dari peraturan yang menjelaskan tentang pergerakan yang diijinkan, batasan, hak dan hukuman untuk tindakan yang ilegal. Peneliti juga mengutip pernyataan dari berbagai peneliti bahwa game mempunyai nilai positif, antara lain : Semakin ahli pemain memainkan sebuah game, maka visual attention( perhatian visual ) akan semakin baik (Greenfield, P, & Kaye, 1994). Bermain game jangka panjang mempunyai efek pada pelajar dalam hal pembelajaran (Subrahmanyam, Greenfield, Kraut, & Gross, 2001). Kemampuan problem solving dan critical thingking semakin meningkat (Rieber, 1996). Kemampuan observasi semakin meningkat, dapat melakukan trial and error bahkan melakukan hypothesis testing (Gorriz & Medina, 2000). Dapat melakukan strategi ekplorasi (Prensky, 2001). a. Tipe Game Komputer berdasarkan jenis permainannya Menurut wolf, game komputer dikelompokkan dalam berbagai genre atau jenis permainannya (Wolf, 2000), antara lain : Side Scrolling Game : Dalam game ini, pemain dapat menggerakkan karakter kekanan, kiri, atas maupun bawah. Contoh game ini adalah Mario bros. Shooting Game : Pemain harus mencari dan menembak musuh untuk mencapai tujuan tertentu. Game jenis ini dapat dibedakan menjadi 2 kategori, yaitu First Person Shooting, dan Third Person Shooting. Contoh game yang masuk ke dalam jenis game ini diantaranya adalah counter strike. Role Playing Game (RPG) : Pada game ini pemain diminta untuk memerankan suatu karakter dan mengemban misi khusus. Game ini terhitung memiliki kompleksitas frame yang cukup tinggi. Sebagai contoh, ketika bertemu dengan karakter lain, maka pemain akan dibawa ke tampilan frame baru, dan pada saat itu kita akan mendapatkan sesuatu atau malah melakukan pertarungan. Contoh game yang tergolong RPG diantaranya adalah: Final Fantasy, Ragnarok, dan lain sebagainya. Real Time Strategy (RTS) : Sebagian besar game yang masuk kategori ini merupakan game peperangan. Pada game ini pemain dibebani misi tertentu dan dibekali dengan pasukan seadanya (sebagai modal). Selanjutnya pemain dapat menggerakkan, memperbanyak, dan melengkapi persenjataan pasukan pasukan tersebut sambil merancang strategi untuk mempertahankan dan menguasai. Simulation : Merupakan game yang mensimulasikan suatu keadaan riil.Contohnya simulasi pengendalian pesawat terbang pada game Microsoft Flight Simulator, kemudian simulasi kehidupan sehari-hari pada game The SIMS, dan simulasi seorang manajer tim sepakbola pada game Champhionship Manager. Racing : Game racing merupakan suatu permainan balap otomotif. Contoh game racing yang paling terkenal adalah: Need for Speed, Grand Tourismo, Nascar Rumble, Top Gear, dan lain sebagainya. Fighting : Yang masuk kategori game jenis ini adalah game-game fighting atau tarung. Contoh yang sangat terkenal dari game fighting ini diantaranya adalah: Street Fighter, Mortal Combat, Teken, dan lain sebagainya. Educational Game : Merupakan suatu permainan yang secara khusus didesain untuk mengajarkan tentang subjek-subjek tertentu, pendalaman terhadap suatu konsep, pengenalan terhadap kejadian-kejadian bersejarah, atau membantu mereka dalam mempelajari suatu keterampilan yang mereka miliki. b. Tipe Game bila diasosiasikan dengan kemampuan dan keahlian Tipe game dapat dibedakan dengan mengasosiasikan kemampuan dan keahlian yang berhubungan dengan pembelajaran dan pendidikan (Aguilera & Mendiz, 2003), antara lain : Arcade dan Platform Game dapat menjadi instrumen dalam perkembangan psikomotor dan spatial orientation. Sports dan dynamic game dapat memudahkan koordinasi psikomotor dan meringankan stres, Strategy dan role game dapat membantu menstimulasi motivasi dari dalam dan refleksi akan nilai dari game tersebut. Puzzle dan question game dapat membantu untuk mengembangkan kemampuan untuk mengungkapkan alasan dan berfikir logis Game simulasi dapat membantu dalam perkembangan semua kemampuan intelektual. Disamping itu, game juga dapat menekankan pemain untuk melakukan kegiatan (Aguilera & Mendiz, 2003): 1. Reading(membaca) : Game juga dapat digunakan untuk mempromosikan membaca buku sesuai dengan game yang sedang dimainkan, misalnya lord of the rings. 2. Logical Thinking : Game membantu dalam berfikir bagaimana memcahkan masalah dengan mengusulkan strategi, mengorganisir elemen dalam mengantisipasi tujuan. 3. Observation : Pemain menggunakan kemampuan observasi dalam bermain dengan mengamati perbedaan visual dan ruang serta jumlah elemen dalam layar. 4. Spatially, Geography : Mengembangkan kemampuan pemain dalam membaca peta dan mengenali bentuk ruang. c. Elemen Game Komputer Menurut R. D. Duke (1980), dikutip dari paper (Wachowicz, 2002), ada 11 elemen game yang perlu diperhatikan sebagai dasar dalam membuat game yang baik. Ke-11 elemen tersebut adalah : Format: Mendefinisikan struktur dari game. Sebuah game terdiri dari beberapa level, dan setiap level tersebut memiliki fungsinya masing-masing. Rules : Di dalam sebuah game, harus terdapat perjanjian atau peraturan yang tidak dapat dirubah oleh para pemain. Oleh karena itu, dalam memainkan suatu game, pemain harus patuh dan bermain sesuai aturan yang berlaku. Policy : Policy atau kebijaksanaan dapat didefinisikan sebagai aturan yang bisa dirubah atau dipengaruhi oleh pemain. Dengan adanya elemen ini, maka pemain akan dapat menggunakan dan mengembangkan strategi dalam bermain game sesuai kemampuan dirinya. Scenario : Merupakan alur cerita yang digunakan sebagai kerangka atau acuan dalam bermain game. Events : Merupakan suatu kejadian yang menjadi tantangan sekaligus menambah keceriaan dalam bermain game. Contoh event dalam game diantaranya adalah berupa konflik, dan kompetisi. Roles : Merupakan sebuah gambaran dari fungsi dan aktifitas yang dapat dibagi antar pemain dalam bermain game. Role ini tidak terbatas pada satu pemain saja. Menggunakan dua pemain atau lebih dalam role yang sama, akan memberikan keuntungan tersendiri, karena mereka bisa saling belajar dari keberhasilan dan kesalahan masing-masing pemain. Decisions : Merupakan suatu keputusan yang harus diambil oleh si pemain di dalam bermain game. Mengambil keputusan yang salah terhadap suatu kejadian dalam bermain game, akan dapat menjadi pelajaran yang penting bagi pemain, sehingga kesalahan tersebut tidak akan terulang lagi nantinya. Bagaimanapun juga, jika pemain terlalu banyak melakukan kesalahan, kemudian tidak dapat bertanding kembali dengan pemain lain, maka ketertarikannya terhadap suatu game akan menjadi mudah hilang. Levels : Sebuah game perlu memiliki level tingkat kesulitan agar game tersebut lebih menarik dan menantang, serta dapat digunakan oleh masyarakat luas. Level easy memberikan tantangan bagi para pemain pemula (beginner), sedangkan level difficult dikhususkan bagi para pemain yang mahir dan sudah berpengalaman (expert). Score Model : Merupakan instrumen yang digunakan untuk menghitung, mendata, dan menampilkan hasil dari permainan yang dimainkan. Score Model ini menjadi suatu alat yang sangat penting agar game menjadi lebih menarik. Indicators : Indicators memberikan pemain suatu isyarat (hints) terhadap raihan atau pencapaian yang telah mereka lakukan. Elemen ini sangat penting untuk menjaga agar pemain bisa selalu termotivasi dan fokus dalam bermain. Symbols : Bentuk visual dari simbolisasi element, aktivitas, dan keputusan. Pemilihan simbol yang tepat akan membantu pemain dalam memahami dan bermain game.

Menciptakan Pembelajaran Matematika SD yang Aktif, Menyenangkan dan Bermakna: Suatu Teori dari Zoltan P. Dienes

Menciptakan Pembelajaran Matematika SD yang Aktif, Menyenangkan dan Bermakna: Suatu Teori dari Zoltan P. Dienes Abstrak Pembelajaran matematika yang tidak membosankan sekaligus dapat meningkatkan kebermaknaan pada tingkat sekolah dasar merupakan suatu tujuan yang diharapkan oleh siswa. Menyenangkan bagi siswa dapat melahirkan sikap positif terhadap matematika dan kebermaknaan dapat meningkatkan pemahaman siswa akan konsep matematika. Teori Dienes memberikan tahapan dalam penyajian pembelajaran matematika dengan tujuan agar matematika lebih mudah dipahami oleh siswa dengan aktif menemukan konsep dalam permainan yang menyenangkan. Tahapan pembelajaran Dienes diantaranya adalah: free play, games, searching for communalities, representation, symbolization, formalization. Kata kunci: sekolah dasar, aktif, menyenangkan, bermakna, teori dienes Pendahuluan Menghadirkan pembelajaran matematika yang menyenangkan dan bermakna di kelas menjadi tantangan terbesar bagi guru. Hal ini berkaitan dengan paradigma sebagian masyarakat yang masih menganggap bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang menakutkan dan sulit karena berkutat dengan angka, menghitung dan permodelan. Merubah sikap siswa menjadi positif terhadap matematika menurut Turmudi (2008: 80) membutuhkan strategi pembelajaran matematika yang menarik bagi siswa, memotivasi mereka belajar, memberikan rasa aman untuk belajar, dan menyenangkan bagi mereka. Apabila pengajaran matematika mengalami kekurangan atau tanpa alat-alat pengajaran (alat peraga, permainan, dan lain-lain) maka menurut Ruseffendi (2006: 69) pengajaran tersebut menjadi abstrak dan kering. Justru karena pengajaran matematika lama diantaranya terlalu abstrak dan kering, artinya banyak hafalan, kurang pengertian, dan terlalu deduktif maka lahirlah pengajaran matematika modern yang menerapkan teori belajar-mengajar baru antara lain dari Piaget dan Dienes. Berdasarkan pengamatan dan pengalaman Dienes dalam Ruseffendi (2006: 156) terdapat anak-anak yang menyenangi matematika hanya pada permulaan mereka mempelajari matematika sederhana. Makin tinggi sekolahnya dan makin sukar matematika yang dipelajarinya makin kurang minatnya. Dienes percaya bahwa semua abstraksi yang berdasarkan kepada situasi dan pengalaman konkrit akan dapat dipahami oleh siswa (Sriraman, 2007). Multiple Embodiment Principle merupakan suatu prinsip yang bila diterapkan oleh guru untuk setiap konsep yang diajarkan maka akan menyempurnakan penghayatan siswa terhadap konsep itu. Multiple embodinent (Hirstein, 2007) dalam proses abstraksi dapat berbentuk musik, gerak fisik, tarian, bahasa dan games abstrak. Dienes telah menunjukkan bahwa kebanyakan siswa akan semakin tertarik pada pembelajaran dalam proses tersebut. Pengurutan dari konkrit melalui berbagai representasi, menuju simbol dan struktur formal merupakan penerapan pada seluruh area pengetahuan. Teori Dienes Pembelajaran matematika yang dilakukan agar sesuai dengan teori Dienes, maka perlu dikenal adanya komponen dasar atau prinsip-prinsip yang diberikan oleh Dienes. Prinsip tersebut, diantaranya adalah (Karnasih, 2008; Sriraman & Lyn, 2005): The Dynamic Principle Prinsip ini menyatakan bahwa pemahaman yang benar akan konsep baru merupakan suatu proses yang dilewati pembelajar melalui 3 tahap: Preliminary atau tahap bermain Siswa diperkenalkan dengan konsep yang secara relatif tidak berstruktur tetapi tidak didefinisikan sebagai cara yang tidak teratur. Sebagai contoh, ketika siswa mengenal tipe baru benda manipulatif mereka mengkarakteristikkan ’play’ sebagai penemuan baru mainan atau toy. Dienes menjelaskan bahwa aktivitas informal tersebut berlangsung secara alami dan merupakan bagian penting dalam proses belajar dan seharusnya diberikan oleh guru di kelas (Karnasih, 2008). Aktivitas yang lebih berstruktur. Pada tahap ini siswa diberikan benda yang mirip (isomorfik) dengan konsep yang dipelajari. Tahap dengan memunculkan konsep matematika secara tepat untuk penggunaan kembali pada real world. Pola siklis dapat digambarkan berikut: Diagram 1. Dienes Learning Cycle (Dari Montgomery, 1980) Konsep utama Dienes adalah teori ‘game’. Diagram1 menunjukkan ‘playing with knowledge’ atau ‘playing the target mathematical knowledge’ merupakan istilah game yang dimaksud di dalam teori Dienes. Dalam mengajarkan kepada siswa ide matematika, Dienes memberikan bentuk manipulatif sebagai representasi fisik dari ide. Siswa pada tingkat awal dimulai dengan representasi fisik dan secara langsung difokuskan pada sesuatu yang merupakan perbedaan dari game yang dimainkan (tahap games and abstraction). Selanjutnya siswa dibantu untuk membentuk skema dari semua game tersebut dan memformulasikannya dalam bentuk kata atau gambar diagram secara spontan (tahap schematization and formulation). Tahapan dilanjutkan dengan representasi simbol dari skema beberapa ide matematika yang diterima, dan formalisasi dari sifat ide dalam bentuk teori yang sudah jelas kebenarannya (tahap symbolization, formalization and axiomatization) (Sierpinska, 1999). Menurut Dienes (Post & Reys, 1979) gabungan dari proses pada Diagram 2.1 disebut sebagai lingkaran pembelajaran ’learning cycle’. Lingkaran tersebut nantinya akan dibagi dalam enam tahap belajar secara berurutan sebagai komponen penting yang efektif dalam pembelajaran matematika. 2. The Perceptual Variability Principle Prinsip ini menyatakan bahwa pembelajaran konsep akan maksimal ketika siswa diperkenalkan dengan konsep melalui variasi konteks fisik atau embodiments. Ketentuan dari pengalaman, penggunaan variasi dari bahan, dirancang untuk mengenalkan konsep matematika. Ketika siswa diberikan kesempatan untuk melihat konsep dengan cara yang berbeda dan dengan kondisi yang berbeda pula, maka siswa akan merasa tertarik dengan konsep dari embodiments konkrit. Siswa memberikan dugaan pada suatu strtuktur terhadap struktur yang lain. Sebagai contoh, mengubah prosedur pengelompokkan pada proses penjumlahan 2 bilangan dengan tipe independen menggunakan benda konkrit. Kita dapat menggunakan kepingan, sempoa atau balok hitung untuk menggambarkan proses ini (Karnasih, 2008; Post & Reys, 1979). Terdapat banyak cara untuk menampilkan konsep matematika dalam bentuk benda konkrit yang lebih menarik siswa untuk mempelajarinya. The Mathematical Variability Principle Prinsip ini menyatakan generalisasi dari konsep matematika dapat ditingkatkan ketika konsep ditampilkan pada kondisi di mana variabel tidak sesuai namun secara sistematis perubahan dijaga agar konsep variabel tetap relevan. Sebagai contoh, untuk mengenalkan jajarangenjang maka dengan prinsip ini dapat diubah sebanyak mungkin dengan kedudukan yang berbeda. Pada contoh ini ukuran sudut, panjang sisi, posisi dari kertas dapat diubah. Dienes mengungkapkan terdapat dua prinsip variability yang digunakan untuk memperkenalkan yaitu proses saling melengkapi dari abstraksi dan generalisasi, keduanya merupakan aspek penting dalam perkembangan konsep (Karnasih, 2008; Post & Reys, 1979). 4. The Constructivity Principle Dienes mengidentifikasi dua jenis pemikir, yaitu pemikir konstruktif dan pemikir analitik. Pemikir konstruktif disamakan dengan tahap operasional konkrit Piaget dan pemikir analitik dengan tahap operasional formal Piaget sebagai tahap dari perkembangan kognitif. Prinsip ini menyatakan bahwa “construction should always precede analysis”. Artinya pembentukan pemahaman berasal dari analisis awal. Analisis awal diperoleh dari pengalaman sebelumnya. Hal ini dianalogikan secara tegas bahwa siswa seharusnya diberi kebebasan untuk mengembangkan konsep berasal dari pengalaman yang dimiliki. Menurut Dienes, pengalaman tersebut dipilih oleh guru sebagai langkah pertama dalam seluruh pembelajaran matematika. Analisis sebelumnya dapat berasal dari bentuk konkrit (Karnasih, 2008; Post & Reys, 1979). Benda konkrit diberikan sebagai media untuk membentuk pengalaman atau membangkitkan pengalaman sebelumnya yang dimiliki oleh siswa. Pemahaman siswa tentang suatu konsep biasanya diawali dari pengenalannya terhadap beraneka ragam materi konkrit sebagai model (representasi) dari konsep. Alasan tersebut menurut Ruseffendi (2006: 158) dikarenakan: a) Dengan melihat berbagai contoh siswa akan memperoleh penghayatan yang lebih besar. Misalnya anak-anak lebih dapat memahami arti burung bila disajikan berbagai macam burung; begitu pula ia akan lebih baik memahami konsep segitiga bila representasi segitiga itu ditunjukkan dengan gambar, bidang segitiga, bidang empat, dan yang serupa; beraneka ragam (segitiga lancip, tumpul, siku-siku, samakaki, samasisi), tidak hanya satu macam saja. b) Dengan banyaknya contoh itu ia akan lebih banyak dapat menerapkan konsep itu ke dalam situasi yang lain. Misalnya, anak yang dalam belajar perkalian berpengalaman tidak hanya dengan himpunan tetapi juga dengan jajaran, ia akan lebih cepat mampu menghitung banyaknya kursi di dalam suatu ruangan yang diatur menurut jajaran. Sistem pembelajaran matematika dari Dienes menitikberatkan kepada memanipulasi benda konkrit dan permainan. Apabila banyak bentuk-bentuk yang berlainan yang diberikan dalam konsep-konsep tertentu, akan makin jelas konsep yang dipahami siswa. Dalam mencari kesamaan sifat terhadap permainan atau benda-benda konkrit yang diberikan siswa diarahkan oleh guru dalam kegiatan menemukan sifat-sifat kesamaan. Kegiatan selanjutnya dapat dilakukan guru dengan mentranslasi permainan ke dalam bentuk yang lain dengan tanpa mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan semula. Hal tersebut dilakukan guru sebagai salah satu cara agar siswa mempelajari dan kemudian akan memahami kesamaan sifat dari bentuk permainan yang lain. Dienes berpendapat bahwa ada 6 tahap dalam belajar dan mengajarkan konsep matematika. Tahap-tahap itu adalah (Brousseau, 1997: 139-142; Dienes, 2009; Ruseffendi, 2006:158-161; anonim, 2008): 1. Permainan Bebas (Free Play) Tahap pertama ini, anak diberi kebebasan untuk berinteraksi dengan lingkungan (Post & Reys, 1979). Kebebasan dalam arti, kegiatan pembelajaran tahap awal dilakukan dengan memberi keleluasaan pada siswa mengenal, memperhatikan, mengidentifikasi segala bentuk permainan atau benda-benda konkrit yang disediakan dalam pembelajaran. Misalkan pembelajaran dalam penelitian ini menyediakan tali rafia dalam berbagai ukuran dengan tujuan untuk mengukur keliling. Pada tahap ini siswa diberi kebebasan menggunakan, memainkan, mengidentifikasi benda konkrit yang diberikan pada awal pembelajaran tersebut. 2. Permainan yang Menggunakan Aturan (Games) Dalam tahap kedua belajar dengan pendekatan teori Dienes ini, siswa dipandu untuk membangun struktur abstrak dalam bentuk permainan dalam hal ini pendekatan permainan dilakukan dengan menggunakan cara yang sama sebagaimana siswa bermain dengan alat bermain mereka. Sebagaimana sebuah permainan, maka pada tahap ini diberikan aturan sebelum dimulai dan beberapa kriteria yang harus dicapai sehingga dapat dikategorikan tujuan permainan tersebut tercapai (Dienes, 2004). Pada tahap games, guru memberikan suatu bentuk permainan atau benda-benda konkrit dengan aturan yang harus dijalankan sehingga muncul keingintahuan siswa untuk mencari jawaban atau solusi. Dienes mengarahkan di dalam tahap ini harus dapat menyenangkan siswa agar dalam menjalankan aktivitas pembelajaran, siswa dengan mudah dapat membentuk pengalaman pengetahuan. 3. Penelaahan Kesamaan Sifat (Searching for communalities) Setelah melewati tahap free play dan games tahap belajar selanjutnya adalah guru mengarahkan siswa dalam mencari kesamaan sifat dari berbagai benda konkrit atau permainan dalam pembelajaran. Tahap ini dapat juga diartikan sebagai aktivitas untuk mencari isomorfisme (Post & Reys, 1979). Artinya, di dalam permainan yang menyajikan berbagai bentuk benda konkrit dan permainan, kegiatan siswa diarahkan untuk membandingkan berbagai persamaan dan mengenal perbedaan sifat atau struktur yang ditemukan. Misalkan dalam penelitian ini alat ukur tali rafia diberikan dalam berbagai ukuran, maka siswa diarahkan membandingkan berbagai hasil yang dapat diperoleh. Menurut Dienes (dalam Fyhn, 2004) abstraksi terjadi pada tahap ketiga. How is the child to be able to extract from this set of games the underlying mathematical abstractions? The psychological means of doing this is to play some games which possess the same structure, but which appear very different to the child… This is what we call the isomorphism game. Dienes menjelaskan bahwa proses abstraksi matematika terjadi setelah siswa menjalankan aktivitas bermain. Secara psikologis, dengan melakukan aktivitas tersebut siswa akan dapat menemukan persamaan struktur dari perbedaan game yang tampak. Permainan dengan mengukur keliling menggunakan alat ukur yang berbeda dilakukan siswa agar pada tahap ketiga ini siswa belajar dari rangkaian aktivitas mereka dalam mengabtraksi secara matematis hasil yang diperoleh. Siswa dapat mengidentifikasi hasil dari pertanyaan yang diarahkan oleh guru “mengapa hasil yang diperoleh berbeda untuk masing-masing alat ukur yang berbeda?” Dengan harapan muncul proses abstraksi membandingkan dan menimbang aktivitas sehingga menemukan persamaan dari perbedaan yang ada. 4. Representasi (Representation) Representasi merupakan tahap keempat pembelajaran dengan teori Dienes yang memberi kebebasan pada siswa untuk mengekspresikan suatu metode atau cara untuk mewakili semua aktivitas games yang memiliki kesamaan struktur (Post & Reys, 1979) . Kebebasan berekspresi siswa dapat diwujudkan dalam bentuk visual maupun audio. Bentuk representasi visual misalkan adalah: gambar, bilangan atau angka, grafik (Fyhn, 2004). Istilah representasi dijelaskan oleh Dienes (dalam Fyhn, 2004) adalah : ”each part of the description may serve as an axiom or later even as a theorem”. Artinya, representasi yang diperoleh dari aktivitas konkrit atau permainan merupakan bagian dari penggambaran yang dilakukan untuk mengarahkan siswa pada pengertian struktur matematika yang sifatnya abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari. 5. Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization) Setelah tahap representasi, tahap belajar yang diikuti siswa berikutnya adalah mengubah bentuk representasi dalam suatu simbol-simbol. Menurut Brousseau (1997: 141) tahap simbolisasi Dienes merupakan peralihan ke dalam bahasa baru dari sifat yang mewakili tahap sebelumnya. Tahap ini dikarakteristikkan sebagai penyelidikan dari sifat-sifat yang diidentifikasi pada tahap 4. Penyelidikan yang dilakukan karena keterbatasan kemampuan siswa dalam mendefinisikan suatu simbol maka tidak bergantung pada keadaan nyata meskipun seharusnya hal tersebut tersedia untuk menemukan bentuk simbol secara umum (Post & Reys, 1979). Dalam tahap ini untuk siswa tingkat sekolah dasar guru dapat membantu siswa mengidentifikasi simbol-simbol yang diperoleh dalam aktivitas bermain mereka. 6. Permainan dengan Formalisasi (Formalization) Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini sifat dari sistem siap untuk diidentifikasi melalui proses belajar untuk menghasilkan suatu teorema (pernyataan kesimpulan logis) pada sistem dari suatu aksioma (aturan game atau kebenaran yang jelas). Proses awal suatu teorema dikenal sebagai suatu bukti dan merupakan pertimbangan inti dari aktivitas matematika (Post & Reys, 1979). Sebagai tahap akhir dalam pembelajaran, siswa diharapkan mampu memahami konsep matematika yang bersifat abstrak dari aktivitas menyenangkan dalam bentuk permainan atau disajikan semula dari benda-benda konkrit yang dikenal mereka. Menurut Dienes (Sriraman & Lesh, 2007) pembelajaran Dienes dengan menggunakan Multiple Embodiment Principle dapat meningkatkan kemampuan berpikir logis melalui berbagai pendekatan yang menarik bagi siswa. Penutup Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan aplikasi teori Dienes di kelas, aturan yang pasti tentang sistem pembelajaran yang harus dilakukan adalah mengikuti tahapan Dienes. Berhubungan dengan tahap belajar, siswa dihadapkan pada permainan yang terkontrol dengan berbagai sajian sehingga menyenangkan bagi siswa. Kegiatan ini menggunakan kesempatan untuk membantu siswa menemukan cara-cara dan juga untuk mendiskusikan secara berkelompok temuan-temuannya supaya siswa memahami arti dari konsep yang dipelajarinya atau kebermaknaan. Langkah selanjutnya, menurut Dienes, adalah memotivasi siswa untuk mengabstraksikan sajian benda konkrit yan diberikan dengan gambar sederhana, grafik, peta dan akhirnya memadukan simbol-simbol dengan konsep tersebut. Langkah-langkah ini merupakan suatu cara untuk memberi kesempatan kepada siswa ikut berpartisipasi dalam proses penemuan dan formalisasi melalui percobaan matematika. Proses pembelajaran ini juga lebih melibatkan siswa pada kegiatan belajar secara aktif dari pada hanya sekedar menghafal. Teori Dienes Pembelajaran matematika yang dilakukan agar sesuai dengan teori Dienes, maka perlu dikenal adanya komponen dasar atau prinsip-prinsip yang diberikan oleh Dienes. Prinsip tersebut, diantaranya adalah (Karnasih, 2008; Sriraman & Lyn, 2005): The Dynamic Principle Prinsip ini menyatakan bahwa pemahaman yang benar akan konsep baru merupakan suatu proses yang dilewati pembelajar melalui 3 tahap: Preliminary atau tahap bermain Siswa diperkenalkan dengan konsep yang secara relatif tidak berstruktur tetapi tidak didefinisikan sebagai cara yang tidak teratur. Sebagai contoh, ketika siswa mengenal tipe baru benda manipulatif mereka mengkarakteristikkan ’play’ sebagai penemuan baru mainan atau toy. Dienes menjelaskan bahwa aktivitas informal tersebut berlangsung secara alami dan merupakan bagian penting dalam proses belajar dan seharusnya diberikan oleh guru di kelas (Karnasih, 2008). Aktivitas yang lebih berstruktur. Pada tahap ini siswa diberikan benda yang mirip (isomorfik) dengan konsep yang dipelajari. Tahap dengan memunculkan konsep matematika secara tepat untuk penggunaan kembali pada real world. Pola siklis dapat digambarkan berikut: Diagram 1. Dienes Learning Cycle (Dari Montgomery, 1980) Konsep utama Dienes adalah teori ‘game’. Diagram1 menunjukkan ‘playing with knowledge’ atau ‘playing the target mathematical knowledge’ merupakan istilah game yang dimaksud di dalam teori Dienes. Dalam mengajarkan kepada siswa ide matematika, Dienes memberikan bentuk manipulatif sebagai representasi fisik dari ide. Siswa pada tingkat awal dimulai dengan representasi fisik dan secara langsung difokuskan pada sesuatu yang merupakan perbedaan dari game yang dimainkan (tahap games and abstraction). Selanjutnya siswa dibantu untuk membentuk skema dari semua game tersebut dan memformulasikannya dalam bentuk kata atau gambar diagram secara spontan (tahap schematization and formulation). Tahapan dilanjutkan dengan representasi simbol dari skema beberapa ide matematika yang diterima, dan formalisasi dari sifat ide dalam bentuk teori yang sudah jelas kebenarannya (tahap symbolization, formalization and axiomatization) (Sierpinska, 1999). Menurut Dienes (Post & Reys, 1979) gabungan dari proses pada Diagram 2.1 disebut sebagai lingkaran pembelajaran ’learning cycle’. Lingkaran tersebut nantinya akan dibagi dalam enam tahap belajar secara berurutan sebagai komponen penting yang efektif dalam pembelajaran matematika. 2. The Perceptual Variability Principle Prinsip ini menyatakan bahwa pembelajaran konsep akan maksimal ketika siswa diperkenalkan dengan konsep melalui variasi konteks fisik atau embodiments. Ketentuan dari pengalaman, penggunaan variasi dari bahan, dirancang untuk mengenalkan konsep matematika. Ketika siswa diberikan kesempatan untuk melihat konsep dengan cara yang berbeda dan dengan kondisi yang berbeda pula, maka siswa akan merasa tertarik dengan konsep dari embodiments konkrit. Siswa memberikan dugaan pada suatu strtuktur terhadap struktur yang lain. Sebagai contoh, mengubah prosedur pengelompokkan pada proses penjumlahan 2 bilangan dengan tipe independen menggunakan benda konkrit. Kita dapat menggunakan kepingan, sempoa atau balok hitung untuk menggambarkan proses ini (Karnasih, 2008; Post & Reys, 1979). Terdapat banyak cara untuk menampilkan konsep matematika dalam bentuk benda konkrit yang lebih menarik siswa untuk mempelajarinya. The Mathematical Variability Principle Prinsip ini menyatakan generalisasi dari konsep matematika dapat ditingkatkan ketika konsep ditampilkan pada kondisi di mana variabel tidak sesuai namun secara sistematis perubahan dijaga agar konsep variabel tetap relevan. Sebagai contoh, untuk mengenalkan jajarangenjang maka dengan prinsip ini dapat diubah sebanyak mungkin dengan kedudukan yang berbeda. Pada contoh ini ukuran sudut, panjang sisi, posisi dari kertas dapat diubah. Dienes mengungkapkan terdapat dua prinsip variability yang digunakan untuk memperkenalkan yaitu proses saling melengkapi dari abstraksi dan generalisasi, keduanya merupakan aspek penting dalam perkembangan konsep (Karnasih, 2008; Post & Reys, 1979). 4. The Constructivity Principle Dienes mengidentifikasi dua jenis pemikir, yaitu pemikir konstruktif dan pemikir analitik. Pemikir konstruktif disamakan dengan tahap operasional konkrit Piaget dan pemikir analitik dengan tahap operasional formal Piaget sebagai tahap dari perkembangan kognitif. Prinsip ini menyatakan bahwa “construction should always precede analysis”. Artinya pembentukan pemahaman berasal dari analisis awal. Analisis awal diperoleh dari pengalaman sebelumnya. Hal ini dianalogikan secara tegas bahwa siswa seharusnya diberi kebebasan untuk mengembangkan konsep berasal dari pengalaman yang dimiliki. Menurut Dienes, pengalaman tersebut dipilih oleh guru sebagai langkah pertama dalam seluruh pembelajaran matematika. Analisis sebelumnya dapat berasal dari bentuk konkrit (Karnasih, 2008; Post & Reys, 1979). Benda konkrit diberikan sebagai media untuk membentuk pengalaman atau membangkitkan pengalaman sebelumnya yang dimiliki oleh siswa. Pemahaman siswa tentang suatu konsep biasanya diawali dari pengenalannya terhadap beraneka ragam materi konkrit sebagai model (representasi) dari konsep. Alasan tersebut menurut Ruseffendi (2006: 158) dikarenakan: a) Dengan melihat berbagai contoh siswa akan memperoleh penghayatan yang lebih besar. Misalnya anak-anak lebih dapat memahami arti burung bila disajikan berbagai macam burung; begitu pula ia akan lebih baik memahami konsep segitiga bila representasi segitiga itu ditunjukkan dengan gambar, bidang segitiga, bidang empat, dan yang serupa; beraneka ragam (segitiga lancip, tumpul, siku-siku, samakaki, samasisi), tidak hanya satu macam saja. b) Dengan banyaknya contoh itu ia akan lebih banyak dapat menerapkan konsep itu ke dalam situasi yang lain. Misalnya, anak yang dalam belajar perkalian berpengalaman tidak hanya dengan himpunan tetapi juga dengan jajaran, ia akan lebih cepat mampu menghitung banyaknya kursi di dalam suatu ruangan yang diatur menurut jajaran. Sistem pembelajaran matematika dari Dienes menitikberatkan kepada memanipulasi benda konkrit dan permainan. Apabila banyak bentuk-bentuk yang berlainan yang diberikan dalam konsep-konsep tertentu, akan makin jelas konsep yang dipahami siswa. Dalam mencari kesamaan sifat terhadap permainan atau benda-benda konkrit yang diberikan siswa diarahkan oleh guru dalam kegiatan menemukan sifat-sifat kesamaan. Kegiatan selanjutnya dapat dilakukan guru dengan mentranslasi permainan ke dalam bentuk yang lain dengan tanpa mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan semula. Hal tersebut dilakukan guru sebagai salah satu cara agar siswa mempelajari dan kemudian akan memahami kesamaan sifat dari bentuk permainan yang lain. Dienes berpendapat bahwa ada 6 tahap dalam belajar dan mengajarkan konsep matematika. Tahap-tahap itu adalah (Brousseau, 1997: 139-142; Dienes, 2009; Ruseffendi, 2006:158-161; anonim, 2008): 1. Permainan Bebas (Free Play) Tahap pertama ini, anak diberi kebebasan untuk berinteraksi dengan lingkungan (Post & Reys, 1979). Kebebasan dalam arti, kegiatan pembelajaran tahap awal dilakukan dengan memberi keleluasaan pada siswa mengenal, memperhatikan, mengidentifikasi segala bentuk permainan atau benda-benda konkrit yang disediakan dalam pembelajaran. Misalkan pembelajaran dalam penelitian ini menyediakan tali rafia dalam berbagai ukuran dengan tujuan untuk mengukur keliling. Pada tahap ini siswa diberi kebebasan menggunakan, memainkan, mengidentifikasi benda konkrit yang diberikan pada awal pembelajaran tersebut. 2. Permainan yang Menggunakan Aturan (Games) Dalam tahap kedua belajar dengan pendekatan teori Dienes ini, siswa dipandu untuk membangun struktur abstrak dalam bentuk permainan dalam hal ini pendekatan permainan dilakukan dengan menggunakan cara yang sama sebagaimana siswa bermain dengan alat bermain mereka. Sebagaimana sebuah permainan, maka pada tahap ini diberikan aturan sebelum dimulai dan beberapa kriteria yang harus dicapai sehingga dapat dikategorikan tujuan permainan tersebut tercapai (Dienes, 2004). Pada tahap games, guru memberikan suatu bentuk permainan atau benda-benda konkrit dengan aturan yang harus dijalankan sehingga muncul keingintahuan siswa untuk mencari jawaban atau solusi. Dienes mengarahkan di dalam tahap ini harus dapat menyenangkan siswa agar dalam menjalankan aktivitas pembelajaran, siswa dengan mudah dapat membentuk pengalaman pengetahuan. 3. Penelaahan Kesamaan Sifat (Searching for communalities) Setelah melewati tahap free play dan games tahap belajar selanjutnya adalah guru mengarahkan siswa dalam mencari kesamaan sifat dari berbagai benda konkrit atau permainan dalam pembelajaran. Tahap ini dapat juga diartikan sebagai aktivitas untuk mencari isomorfisme (Post & Reys, 1979). Artinya, di dalam permainan yang menyajikan berbagai bentuk benda konkrit dan permainan, kegiatan siswa diarahkan untuk membandingkan berbagai persamaan dan mengenal perbedaan sifat atau struktur yang ditemukan. Misalkan dalam penelitian ini alat ukur tali rafia diberikan dalam berbagai ukuran, maka siswa diarahkan membandingkan berbagai hasil yang dapat diperoleh. Menurut Dienes (dalam Fyhn, 2004) abstraksi terjadi pada tahap ketiga. How is the child to be able to extract from this set of games the underlying mathematical abstractions? The psychological means of doing this is to play some games which possess the same structure, but which appear very different to the child… This is what we call the isomorphism game. Dienes menjelaskan bahwa proses abstraksi matematika terjadi setelah siswa menjalankan aktivitas bermain. Secara psikologis, dengan melakukan aktivitas tersebut siswa akan dapat menemukan persamaan struktur dari perbedaan game yang tampak. Permainan dengan mengukur keliling menggunakan alat ukur yang berbeda dilakukan siswa agar pada tahap ketiga ini siswa belajar dari rangkaian aktivitas mereka dalam mengabtraksi secara matematis hasil yang diperoleh. Siswa dapat mengidentifikasi hasil dari pertanyaan yang diarahkan oleh guru “mengapa hasil yang diperoleh berbeda untuk masing-masing alat ukur yang berbeda?” Dengan harapan muncul proses abstraksi membandingkan dan menimbang aktivitas sehingga menemukan persamaan dari perbedaan yang ada. 4. Representasi (Representation) Representasi merupakan tahap keempat pembelajaran dengan teori Dienes yang memberi kebebasan pada siswa untuk mengekspresikan suatu metode atau cara untuk mewakili semua aktivitas games yang memiliki kesamaan struktur (Post & Reys, 1979) . Kebebasan berekspresi siswa dapat diwujudkan dalam bentuk visual maupun audio. Bentuk representasi visual misalkan adalah: gambar, bilangan atau angka, grafik (Fyhn, 2004). Istilah representasi dijelaskan oleh Dienes (dalam Fyhn, 2004) adalah : ”each part of the description may serve as an axiom or later even as a theorem”. Artinya, representasi yang diperoleh dari aktivitas konkrit atau permainan merupakan bagian dari penggambaran yang dilakukan untuk mengarahkan siswa pada pengertian struktur matematika yang sifatnya abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari. 5. Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization) Setelah tahap representasi, tahap belajar yang diikuti siswa berikutnya adalah mengubah bentuk representasi dalam suatu simbol-simbol. Menurut Brousseau (1997: 141) tahap simbolisasi Dienes merupakan peralihan ke dalam bahasa baru dari sifat yang mewakili tahap sebelumnya. Tahap ini dikarakteristikkan sebagai penyelidikan dari sifat-sifat yang diidentifikasi pada tahap 4. Penyelidikan yang dilakukan karena keterbatasan kemampuan siswa dalam mendefinisikan suatu simbol maka tidak bergantung pada keadaan nyata meskipun seharusnya hal tersebut tersedia untuk menemukan bentuk simbol secara umum (Post & Reys, 1979). Dalam tahap ini untuk siswa tingkat sekolah dasar guru dapat membantu siswa mengidentifikasi simbol-simbol yang diperoleh dalam aktivitas bermain mereka. 6. Permainan dengan Formalisasi (Formalization) Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini sifat dari sistem siap untuk diidentifikasi melalui proses belajar untuk menghasilkan suatu teorema (pernyataan kesimpulan logis) pada sistem dari suatu aksioma (aturan game atau kebenaran yang jelas). Proses awal suatu teorema dikenal sebagai suatu bukti dan merupakan pertimbangan inti dari aktivitas matematika (Post & Reys, 1979). Sebagai tahap akhir dalam pembelajaran, siswa diharapkan mampu memahami konsep matematika yang bersifat abstrak dari aktivitas menyenangkan dalam bentuk permainan atau disajikan semula dari benda-benda konkrit yang dikenal mereka. Menurut Dienes (Sriraman & Lesh, 2007) pembelajaran Dienes dengan menggunakan Multiple Embodiment Principle dapat meningkatkan kemampuan berpikir logis melalui berbagai pendekatan yang menarik bagi siswa. Penutup Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan aplikasi teori Dienes di kelas, aturan yang pasti tentang sistem pembelajaran yang harus dilakukan adalah mengikuti tahapan Dienes. Berhubungan dengan tahap belajar, siswa dihadapkan pada permainan yang terkontrol dengan berbagai sajian sehingga menyenangkan bagi siswa. Kegiatan ini menggunakan kesempatan untuk membantu siswa menemukan cara-cara dan juga untuk mendiskusikan secara berkelompok temuan-temuannya supaya siswa memahami arti dari konsep yang dipelajarinya atau kebermaknaan. Langkah selanjutnya, menurut Dienes, adalah memotivasi siswa untuk mengabstraksikan sajian benda konkrit yan diberikan dengan gambar sederhana, grafik, peta dan akhirnya memadukan simbol-simbol dengan konsep tersebut. Langkah-langkah ini merupakan suatu cara untuk memberi kesempatan kepada siswa ikut berpartisipasi dalam proses penemuan dan formalisasi melalui percobaan matematika. Proses pembelajaran ini juga lebih melibatkan siswa pada kegiatan belajar secara aktif dari pada hanya sekedar menghafal.

Kamis, 14 Februari 2013

Secure your wireless network at home.


1. Always use the strongest wireless encryption your modem or router has!

Wireless networks can employ various methods of encryption to protect data being sent over the network.  WPA (Wi-Fi Protected Access) or the newer WPA2 is the best wireless encryption standard currently available to most users of wireless networks. Many devices include WPA2 as the default encryption level (since 2006) but WPA/WPA2 encryption should be enabled if possible on EVERY home wireless network.  
If your modem/router does not provide WPA or WPA2 encryption it is strongly recommended that a new device be purchased.
WEP (Wired Equivalency Privacy) is an older, weaker form of encryption and should not be used if WPA or WPA2 is available. WEP is vulnerable to hacking and though some gaming consoles will only allow WEP security, it is still superior to having no encryption at all.

2. Always use the strongest possible network password / network key!

Computer hackers are able to use various methods to compromise weak passwords. As a general rule, the longer and more complicated the password, the more difficult they are to compromise.  As a MINIMUM an eight character password should be used to allow access to your wireless network. The more characters in your password, the more resilient it will be to compromise.
Your  password (sometimes known as a network key for wireless devices) should include a mixture of capital letters, lower case letters, numbers and symbols (if your device accepts them) to ensure their strength. Using random letters instead of words or phrases may be difficult to remember, but will help protect against attacks known as “dictionary” attacks (attempts to use common words as the password).
A password comprising random letters in lower and upper case, numbers and symbols with a length of eight characters or more will provide a strong password that will defeat most attempts to guess (or brute force) it.
NEVER use the same password to control or access more than one system or program and NEVER use your wireless network name as your password! Doing so makes things too easy for hackers!

3. Choose (or choose not!) to broadcast your SSID (network name)!

Most wi-fi modems and routers automatically (and continually) broadcast the wireless network name (or SSID – Service Set IDentifier).
This setting can usually be changed as desired and YOU can decide whether or not you wish to broadcast your wireless network’s name openly. Turning off this broadcast is possible with most modems and routers and will make your network name invisible to most people, but will still allow anyone who knows the name of the network to connect to it.

Dedicated “sniffer” devices will still be able to detect your network (because a radio signal is still being broadcast) but will normally show the SSID as hidden thus affording an additional layer of security.

4. Change your modem password! Now!

Your wireless network should now be secured with WPA/WPA2 encryption, a strong password / network key and perhaps a hidden network name (SSID), but what about the modem itself? How secure is YOURS?
Most modems have a variety of configuration settings that can be adjusted or modified to suit the user. Most modern modems can also be accessed remotely (away from the actual modem itself) to adjust these settings as desired. Can YOURS?
Most modems are designed to use a default password such as “admin”, “password” or the manufacturer’s name. These settings are easily accessible to a user when the modem and network is being set up, however because they are easily accessible and often use weak passwords will unless changed, remain potentially accessible to anyone who wishes to gain access. 
Default passwords for modems and routers are easily available on the internet and generally well known to computer hackers.  Changing your modem or router’s default password offers a simple but effective security measure against unauthorised remote access.

5. Remote modem administration.

Most modern modems or routers can be remotely administered over the internet. If yours can, then someone besides you can potentially locate your modem’s IP (Internet Protocol) address and potentially compromise (hack) your modem.
A simple fix to this vulnerability is to disable remote administration for your modem or router. If you absolutely require remote access then you can try limiting access to a particular IP address or limited range of addresses, to reduce the chance of unauthorised users gaining access to your modem’s configuration settings.
As a general rule for home networks, remote access is not necessary and the safest thing is to disable remote access to your modem / router.

6. MAC address filtering. 

What devices are connected to YOUR wireless network? How can YOU tell or control which devices access YOUR network?
Encryption including WPA2 and strong passwords are the best methods to control who accesses your network, however most modems and routers offer further methods to control your network.
Every device that can access a wireless network has a unique identifying number known as a MAC (Media Access Control) address. Most modern modems also offer the capability to restrict access to a wireless network to known devices (known MAC addresses.  
This method is not as strong as it may seem. It is possible for some people to “spoof” MAC addresses and make another device impersonate a “known” device on a network, but this method offers an additional layer of security that may help secure your network.
Please note that if you set MAC filtering incorrectly your devices may be prevented from connecting to your network.

7. How strong does your wireless signal need to be?

How strong does your wireless signal have to be? How far away from your office or living room do you need to be able to access your network?
In most homes, a range of 20-30 metres (in a straight line) exceeds what most people need, so why transmit the signal beyond this?
Not all modems and routers allow this capability but some do and by fine tuning the signal strength you can reduce how far outside your premises the signal reaches, further reducing the opportunity for others to access your network.
A related option is the physical location of your modem or router. Positioning your modem or router as centrally as possible within your home can help reduce the range the signal will reach.

8. Enable your firewall and security features!

Most modern modems and routers come standard with a built in firewall. A firewall can prevent unauthorised people accessing your network, can control which programs inside the network access the internet and should be enabled by default.
Some modems and routers offer the option to disable the firewall. For most people, your modem’s firewall MUST be enabled to help secure your network.
Many modems and routers also feature security programs known generally as intrusion detection systems (IDS). Such systems are capable of detecting attempts at unauthorised access to the system they are protecting and block many forms of attack.
If your modem or router is equipped with IDS, this feature should be enabled to further help secure your network.
For additional security, all computers connected to your network should also have a software firewall system installed, or the manufacturer provided operating system firewall enabled.

9. How up to date is your modem?

Modems and similar devices rely on a type of software known as “firmware” in order to operate correctly. This firmware, like other software programs requires updating to ensure it is operating at peak efficiency and to maximise its ability to prevent hacking.
Many modems are sourced when people sign up to an Internet Service Provider’s (ISP) internet package. Many of these packages offer automatic updating of the modem firmware. Does YOURS? Check with your ISP if you are unsure.     
If not, firmware updates can usually be obtained free of charge from the manufacturer of your modem’s website. Ensure you obtain this software from your modem manufacturer’s LEGITIMATE website as installing compromised software and firmware is a frequent method by which hackers seek to gain control of systems and networks.
If you have any further questions regarding wireless network security please contact your modem’s manufacturer or refer to the documentation provided with your modem.