Pendidikan Seks Harusnnya Mulai Dari Keluarga

Masalah seksual masih tabu untuk dibicarakan, baik dalam keluarga maupun di luar lingkungan keluarga, sehingga banyak informasi keliru tentang pengetahuan seksual. Hal ini perlu segera dibenahi melalui pendidikan seksual sesuai usia dan pendidikan.
"Informasi mengenai seks banyak didapatkan dari media cetak dan elektronik yang sangat mudah diakses oleh anak-anak dan remaja, " kata ahli penyakit kulit dan kelamin dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof Sjaiful Fahmi Daili, Selasa ( 25/11), di Jakarta.
Agar tidak memperoleh informasi keliru mengenai pengetahuan seksual, lanjut Sjaiful, materi pendidikan seksual seharusnya diperkenalkan dalam keluarga dan di luar lingkungan keluarga terutama di sekolah. Karena sebagian masyarakat masi h tabu berbicara mengenai seksual, banyak anak perempuan kebingungan ketika pertama kali mendapat menstruasi, ujarnya.
Pemberian pendidikan seksual bukan berarti membuka peluang untuk perilaku seks bebas, melainkan lebih menekankan mengenai perbedaan lelaki dan perempuan secara seksual, kapan terjadi pembuahan, apa dampaknya jika berperilaku seks tanpa dilandasi tanggung jawab termasuk risiko terkena infeksi menular seksual, kata Sjaiful.
Berbagai jenis infeksi menular seksual pada perempuan dan laki-laki dapat menyebabkan infeksi saluran reproduksi atau ISR dan komplikasi yang berlanjut. Hal ini terutama karena keterlambatan diagnosis dan penanganan yang tidak tepat. Apalagi, beberapa jenis infeksi menular seksual pada wanita tidak menimbulkan gejala khas, ujarnya.
Sjaiful menjelaskan, ditinjau dari segi usia ternyata pasien IMS yang paling menderita adalah kelompok usia muda, karena perilaku dan kondisi biologisnya yang belum matang. Perhatian khusus harus diberikan kepada kelompok ini, khususnya para remaja yang selama ini terabaikan. Salah satunya, dengan mengenalkan pendidikan seksual disesuaikan umur dan pendidikan, kata dia.
Pendidikan Seks, Orang Tua Sebagai Jembatan

ORANGTUA berperan penting menjadi jembatan antara anak dengan pengetahuan tentang seksualitas (seks). Dengan berperan seperti seorang teman, anak merasa aman untuk bertanya dan menceritakan segala hal, termasuk tentang seks.
Demikian poin penting yang disampaikan oleh dokter Iwan Setiawan, konsultan seks remaja, dalam unjuk bincang mengenai Kiat Berbiaca Seks dengan Anak Kita di Kompas Gramedia Edu and Book Fair 2009 di Java Mall, Kota Semarang, Jumat (13/2).
Iwan mengakui pengetahuan tentang seksualitas cenderung riskan, karena dapat mengakibatkan dampak negatif, namun juga positif. Meski bisa berbahaya, dampak itu dapat diminimalkan jika anak mengetahui apa yang benar dari orangtuanya, katanya.
Menurut Iwan, orangtua hendaknya tidak berlaku seolah-olah mengerti segala hal. Anak, terutama saat usia remaja, akan lebih terbuka ketika orangtua berperan seperti seorang teman ketimbang pihak yang menggurui anak.
Saat menjelaskan tentang seks, orangtua bahkan dapat menanamkan nilai-nilai moral pada anak. "Dengan demikian, kontrol diri anak akan terbentuk dengan sendirinya," ujar Iwan.
Pendidikan seks untuk anak tidak terbatas pada pengenalan akan hubungan seksual. Pendidikan seks untuk anak balita, berbeda dengan anak usia SD, SMP, maupun SMA. Masing-masing tingkatan memiliki karakteristik serta batas pemahaman yang berbeda-beda.
Untuk anak usia balita misalnya, belum saatnya orangtua mengenalkan nama dan fungsi dari organ reproduksi, tetapi cukup mengenalkan perbedaan antara anak laki-laki dan perempuan. Beranjak usia SD, anak mulai dikenalkan soal alat reproduksi namun tidak secara mendetail. Anak perempuan dijelaskan soal menstruasi, sedangkan anak laki-laki soal mimpi basah.
Orangtua juga tidak perlu kahwatir ketika anak yang menginjak usia remaja mulai berpacaran. Sepanjang orangtua dapat menanamkan pengertian perihal berpacaran yang sehat, anak tidak akan terjerumus ke dalam hal-hal yang negatif.
Gaya pacaran anak-anak sekarang sudah lebih canggih. Lingkungan semacam itu dapat menjadi polutan bagi anak. Namun, kembali lagi, jika orangtua mampu menjadi jembatan, dan anak dapat terbuka, anak akan mengerti dengan sendirinya, ujar Iwan.
Salah satu orangtua, Ismari (50) yang memiliki anak tunggal berusia 17 tahun mengungkapkan belum pernah memberi pendidikan seks secara khusus pada anaknya. Meski mengaku kahwatir, Ismari awalnya tidak tahu bagaimana menjelaskan soal seks pada anaknya.
"Awalnya sulit mengajak anak saya untuk terbuka, tetapi belakangan dia bisa lebih terbuka mengenai teman perempuan yang dia suka," kata Ismari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar